-->

Selasa, 29 September 2009

Bencana Peradaban 1

Sekali lagi bencana merenggut korban
Setelah Tsunami, Banjir, Longsor serta semua letusan
Perih hati melihat manusia bergelimpangan
Peristiwa memilukan, derita yang tak kunjung terbalaskan

Tuhan,
Apakah benar bencana adalah azab dari kenistaan kami serta cobaan tanpa henti
Apakah benar bangsa ini memang sudah lama berpaling darimu dan penuh dengki
Mengapa selalu korban terbanyak adalah kami yang tak berpunya dan merana
Mengapa selalu saja pihak yang disalahkan rakyat yang tak bertahta dan tak berdosa

Pemimpin,
Setelah kau ku pilih tak pernah lagi merealisasikan janji
Saat ku membutuhkanmu kau tak pernah mau peduli
Ketika kami hanya berharap padamu, dirimu laksana besi jeruji
Kesangsian salah memilihmu hilang saat 5 tahun lagi kembali kau berlagak suci

Dewan,
Kalian berlagak sebagai penyelamat namun ternyata hewan
Kami kau wakili berlagak teman ternyata untuk kolusi menikmati korupsi
Meski kami selalu kau selingkuhi dan sakiti tak pernah sedikit berani kami melawan
Memaafkan diri kami sendiri salah mempercayai dianggap sebagai langkah terpuji

Peradilan,
Rasa cemas melihat berbagai kasus kau masukkan di peti kemas
Tanpa sekalipun daku melihat keadilan telah ditegakkan
Ragam kepalsuan kau tampilkan agar tampak beres
Tapi kebusukan tubuh dan hatimu telah kau kembangbiakkan

Preman,
Sudah kau tunjukkan bahwa kau memang berani dan memiliki nyali
Mewakili ikatan primordialis, agamis, seksis, rasis, dan memang fasis
Siapa saja yang memiliki nurani kau habisi dengan dalil illahi
Melindungi yang membeli, menjadi milisi dan antek militerisi berlagak polisi

Pengamanan,
Diriku selalu ingin bertanya pada dirimu yang tegap dan bersenjata lengkap
Kegiatan bisnis, berpolitik, membuat konflik dan melanggar HAM dianggap sebagai peran
Darimu aku menduga banyak darah tumpah dalam sejarah yang tak terungkap
Kendati kerap saja kalian selalu merasa berasal dari rakyat dan mengaku para pahlawan, akhirnya jadi nama jalan

Agamawan,
Kalian hamba Tuhan yang kami segani
Kumpulan merpati yang suka peduli pada kami
Tetapi merasa ikut memecahkan masalah dengan tampil di tivi
Tentu juga suka mendekatkan diri dengan penguasa dan jadi alat pelegitimasi

Pemodal Global tanpa akhiran -an,
Tak pernah ku duga badanmu begitu menggurita
Tak juga ku sangka tentakelmu mampu menghisap jiwa manusia
Seluruh budaya dan nafas alam ini telah kau rasuki gayamu melalui nilai-nilai
Semua kehidupan sudah kau kuasai dan kami pun mempercayai

Teman,
Apakah memang hidup ini tidak adil sekali dan penuh kreasi basi
Apakah keserakahan dan nafsu amarah menjadi prioritas tertinggi
Mengapa penghisapan, penindasan dan eksploitasi dianggap ekspresi manusiawi
Mengapa akhirnya kami hanya menjadi kuli di negeri sendiri

Kawan,
Bangsa ini katanya sabar walau menderita penyakit sektarian yang parah dan kronis
Nusantara ini sumber dayanya kau biarkan dirampas tanpa kompensasi dan sudah mulai habis
Keberagaman kami ditelan sadis budaya kapitalis dan sudah terkikis
Kebersamaan dan toleransi tak lagi digubris oleh ciri individualistis, kami pun akhirnya jadi pengemis

Dari:
Hewan seperti setan yang tak berperasaan
Tak mampu berdamai dengan sejarah
Hanya memperkaya perspektif bagi anak cucu serta masa depan
Saat negara menghindari tanggung jawab

Saya mau menyampaikan salam, semoga kegiatan berupa Pentas Puisi pada acara penggalangan dana untuk gempa bumi di Yogya, tanggal 10 Juni 2006 di Amsterdam dapat berjalan dengan sukses. Kepada Ibu Ratih Miryanti saya juga berterima kasih karena puisi saya termasuk salah satu yang akan dibacakan dihadapan publik. Walaupun puisi saya tidak hanya mengenai bencana di Jogja saja namun secara umum akan tetapi semoga bisa menjadi penutup acara yang baik. Acara ini sangat istimewa sekaligus mulia terutama bagi opa-opa dan oma-oma yang selama ini sudah disingkirkan negara namun tetap peduli dan giat memperkenalkan serta membanggakan bangsa.

Ini pembuktian bahwa sisi kemanusiaan orang-2 yang tersingkirkan dan disingkirkan tetap hidup walau negara secara tidak berprikemanusiaan pernah dan masih menindas serta tidak mengakui kesalahan yang pernah diperbuat negara dan alat-alatnya. Salam saya teruntuk semua kawan-kawan Sastra Pembebasan dan kepada Heri Latief, Asahan dan Sabron Aidit, Mawie Ananta Jonie, Fadjar Sitepu, Ikranagara, Rio Wardhanu, Bayu Abdi Negoro dan Elisa Koraag yang puisi-puisinya juga dibawakan. Bencana bukanlah akhir sebuah rencana tapi awal untuk menjadi lebih memanusiakan manusia, tetap berjuang dan selalu peduli sesama…

Informasi terakhir yang saya terima, kegiatan berupa Pentas Puisi pada acara penggalangan dana untuk gempa bumi di Yogya, tanggal 10 Juni 2006 di Amsterdam dimana puisi-puisi yang dibacakan telah masuk dalam brosur dan telah dibagikan pada para pengunjung acara pentas puisi. Dengan cetakan sebanyak 120 eksemplar dan hanya menyisakan 24 eksemplar saja serta berjalan dengan sukses. Sekian.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SILAHKAN BERI KOMENTAR