-->

Minggu, 20 Desember 2009

PUTRI BERAMBUT PUTIH

Folk Tale : Palembang

Di jaman kekuasaan Sunan Palembang, di desa Perigi, Kayu Agung. Kabupaten OKI, hiduplah seorang puteri :, yang tidak ada bandingnya pada waktu itu. Dia si Puteri Rambut Putih yang sakti. Kalau ia meludahi ke rambut orang, rambut orang itu menjadi putih. Karena itulah, dia terkenal. Semua pemuda maupun orang mau melamarnya. Sayangnya, siapa yang datang ke dia, karena ampuhnya air ludahnya itu, rambut orang itu menjadi putih. Itulah sebabnya dia bernama ibut Putih. Di samping sombong, dia mempunyai kakak yang bernama Langkuse. Kerjanya bertapa ilmu kebatinan. Kesaktiannya terkenal ke mana mana belum ada yang dapat mengalahkannya.

Sunan mendengar tentang kecantikan adik Langkuse, dan Sunan bermaksud meminangnya. Diutusnya anak buahnya untuk melamar Puteri Rambut Putih itu. Mereka membawa piring yang berisikan berlian, intan. dan emas. Tetapi tidak mendapat sambutan, malahan orang yang diutus itu rambutnya berupah jadi putih karena di ludah puteri. Oleh karena tidak berhasil, utusan itu pulang. Kepada Sunan diceritakannya kejadian yang dialaminya. Merasa sakit hati, dia memerintahkan kepada anak buahnya. Katanya. "Coba selidiki oleh kamu kekuatan dari Putri Rambut Putih!". Kemudian mereka berusaha menyelidiki. Tidak mungkin kecuali diculik saja putri itu. Pergilah utusan itu dengan cara diam-diam masuk ke desa Perigi.

Utusan itu mencari berita tentang kekuatan atau kelemahan putri itu. Putri itu sombong karena ia mempunyai kakak yang sakti. yaitu Lengkuse . Pulanglah utusan itu melapor ke Sunan. Hasil penyelidikan yang dilihatnya dilaporkannya kepada Sunan.
Mendengar laporan itu. Sunan berpikir, "Kalau demikian, bagaimana mencari akal. Bagaimana caranya membunuh Langkuse. Kakak putri itu?" Di belakang desa perigi itu ada hutan yang dihuni oleh seekor kerbau yang liar dan ganas. Telinganya disarangi lebah menandakan betapa ganasnya kerbau itu. Apabila dia tercium dengan manusia. dia terus mendengus-dengus dan mengejar manusia itu. Di samping ada kerbau yang ganas, ada pula sebuah sumur yang dalam dan besar di dalam hutan itu. Setelah berpikir dengan matang, berangkatlah Sunan dan hulubalangnya.

Kebetulan, Langkuse tidak ada di rumah, dia sedang bertapa di ujung desa Tulung. Kemudian dia ditemui pengawal. "Kamu disuruh menghadap Sunan. Sunan ingin berbicara denganmu!" Langkuse berangkat, terus dia menghadap Sunan. "Gusti, saya sudah tiba, apakah perintah Gusti". kata Langkuse kepada Sunan. "Hai Langkuse. di belakang desa itu ada seekor kerbau yang ganas yang suka menghabiskan kebun, huma orang, sehingga berbidang-bidang huma dihabiskannya. Oleh karena itu, coba tangkap atau bunuh kerbau yang ganas itu!" "Baiklah Gusti, kalau demikian perintahmu", jawab Langkuse.
Tanpa berpikir panjang lagi. Langkuse masuk hutan di belakang desa Perigi itu, mencari di mana kerbau yang ganas itu. Di tengah perjalanan, kerbau itu telah tercium bau Langkuse itu. Gemuruhlah bunyi bumi dan Langkuse dalam keadaan siap. Siapa sebenarnya yang datang itu, betapa hebatnya goyangnya itu. Husss, husss, bunyi dengusan kerbau itu. Langkuse bersiap, Husss, husss, rupanya kerbau itu langsung menyeruduk. Langkuse mengelak. Kembali lagi kerbau itu menyerang Langkuse. Langkuse tidak mengelak. "Bluur" ditinju. Kerbau dipukulnya, dibawanya pulang ke desa, diserahkannya kepada Sunan. "Gusti, inilah kerbau itu!"
'Nah. dapat dikalahkan." pikir Sunan lagi. "Aah, mampu orang ini. Langkuse. Cincinku jatuh di sumur itu, coba ambilkan!". kata Sunan kepada Langkuse. Rupanya dalam sumur itu sudah dipasangi tombak-tombak yang tajam yang arahnya ke atas. "Bailah Gusti'' jawab Langkuse. Tanpa berpikir, Langkuse terjun ke sumur langsung menyelam memenuhi perintah Sunan. Kedengaranlah bunyi gemeretak, rupaya tombak-tombak itu patah-mematah. Ketika timbul kembali, Langkuse berkata, "Nah Gusti, inilah cincinmu." Langkuse menyerahkan cincin itu kepada Sunan.

Setelah diterima Sunan cincinnya. pulanglah Sunan untuk mengadakan sidang. Semua hulubalang berkumpul. Sunan membuka sidang. "Siapa di antara kalian yang sanggup mengambil (menculik) Putri Rambut Putih itu'?" Rupanya semua hulubalang tidak ada yang menjawab. Hening, sepi, seperti sampah jatuhnya tidak kedengaran. "Kalau demikian, tidak ada yang sanggup," kata Sunan. "Bagaimana juga kita buat sungai pintasan dari sini, dari Teloko sampai Tanjung Agung. Gali, kita buat sungai!" Setelah itu bekerjalah semua rakyat, semua hulubalang. Akhirnya, sungai pintasan itu. selesai. Berangkatlah Sunan beserta hulubalang melalui sungai pintasan yang digali orang itu. Sampai di batas Tanjung Agung. Sunan mendarat, berjalan kaki. Jaraknya kira-kira dua kilometer dari desa Perigi.

Kebenaran pula, Langkuse tidak ada di rumah, dia sedang bekerja di sungai. Sedangkan adiknya, Putri Rambut Putih itu asyik membuat periuk bolang, di bawah rumahnya. Sunan menculiknya, dibawanya ke kapalnya, dimasukkannya ke dalam kamar. Rupanya kejadian itu terlihat oleh tetangganya itu. Dia memberitahukan Langkuse yang sedang berada di sungai. "Langkuse, Langkuse, adikmu diculik Sunan", kata orang melihatnya itu. Langkuse menjawab, "Biarlah, kamu pulanglah!" Oleh karena tidak mendapat reaksi Langkuse, orang itu pulang. Datang pula orang lain. Orang itu berkata,
"Langkuse, lihatlah. adikmu diambil Sunan. Dibawanya ke kapal. Langkuse menjawab pula. "Sudah kukatakan, biarlah. kepalang saya di sungai dahulu." Pergilah orang yang memberitahukan itu. Datang pula orang yang ketiga. Saat itu Langkuse sudah selesai kerjanya. "Langkuse. adikmu diambil Sunan, dibawanya ke kapal.' : Dibawa ke mana adik itu?" "Ke Kapal." Nah, kamu pulanglah, saya akan membututinya." Tak lama kemudian. Langkuse berpakaian. Sekali lompat saja. dia sudah tiba di Tanjung Agung. tempat kapal Sunan berlabuh. "Gusti, tolong imbangi kapalmu ini, saya akan turun ke kapal," kata Langkuse. "Ha. mau turun, turunlah'', jawab Sunan. "Nanti tenggelam kapalmu ini!" "Tidak!", kata Sunan. Langkuse melompat ke kapal diambilnya adiknya itu.
Sunan dan hulubalang heran karena kapal itu miring dan terus tenggelam ketika dinaiki Langkuse itu. Karena bingung. Sunan tidak tahu kapan Langkuse mengambil adiknya itu.
Sedangkan Sunan merasa kecewa dan dendam. Dia pulang kembali ke Palembang. Dia berpesan kepada sanak keluarganya di Palembang, "Mulai saat ini, jangan mengambil keturunan orang Kayu Agung, tidak akan selamat. Kalau kalian langgar, apa boleh buat, kalian akan celaka!" Sampai sekarang ini, orang Palembang asli keturunan Sunan tidak ada lagi yang menjodohkan keturunannya dengan orang Kayu Agung. Mereka takut dengan sumpah Sunan.
***
Sumber : Gaffar. Zainal Abidin. 1984. "Struktur Sastra Lisan Kayu Agung". Laporan Penelitian.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SILAHKAN BERI KOMENTAR